Menyimpan lara.
Sebenarnya aku sudah muak, siapa pula orang di dunia ini yang mau menyimpan lara. Tapi terkadang kita tidak bisa mengendalikan diri.
Kala hati berkata tidak, otak berkata iya, otak berkata tidak, hati berkata iya.
Menyimpan lara, seperti memasukan racun kedalam tubuh. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Seperti kata sebuah pepatah.
Dan, Duarr!!! suatu saat akan meledak, membunuhmu.
Lara pergi, sedih pergi, derita pergi
Lara pergi, sedih pergi, derita pergi
Lara pergi, sedih pergi, derita pergi
Mantra yang aku ucapkan, berpuluh kali. Ahhh tapi tak berhasil
Lara itu masih tersimpan. Rapi.
Ataukah aku harus menjadi amnesia, untuk apa?
Tidak memiliki memori tentang dia. Lalu apa hubungan lara dan dia?
Karena dia yang menciptakan lara.
5 komentar:
hmm..hhmm...hmmm... *bingung mau komen apa :D
*big huug untuk bu gulu cekci..
cini cini kujewel aja ci lala bial mau pelgi :D
iyaaa alev sayang, peluuukkk ciummmm bu gulunya pasti ngga lara lagi :D
hahaha, acciiikkkk dipanggil cayanggg :D
eh eh, tapi apa cukup cuma dipeluk dan dicium aj, bu gulu? *winkwink :D
alev, hahahaha,,,,, iya tunggu aku di kota kamu yah dengan sebotol madu & se-cup eskrim :))
yippyyy..............
siiiipppp... cilakan diatul aj bu gulu yaw ;)
aku tunggu kedatanganmu *winkwink ;;)
Posting Komentar